Manajemen Kurikulum
Nama
:Adelia Khaerunisa
Nim :1112018200021
KIMP
2A
A.
Penggunaan
Perpaduan Dua Metode Dalam Pengembangan
Kurikulum
1. Administrasi
Approach
Model yang ini dikembangkan oleh Smith,Stanley, and
Shores tahun 1957. Model pengembangan
kurikulum ini sering disebut dengan istilah line
staff. Model ini dikembangkan dari atas ke bawah, dimana gagasan kurikulum
ini datang dari para pejabat atau administrator pendidikan (Mendiknas, Kanwil,
Dirjen, dan seterusnya) dan dengan menggunakan prosedur-prosedur administrasi
yang bersifat sentralistik, kemudian dibuatlah keputusan tentang kebutuhan
suatu program pengembangan kurikulum. Model ini sangat cocok diterapkan bagi
negara-negara yang menganut system sentralistik.
Langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum model
ini dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:
a) Membentuk
suatu panitia pengarah yang terdiri dari pejabat administrasi tingkat atas,
seperti para birokrat, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin
ilmu,supervisor, dan para tokoh lainnya yang terkait. Panitia pengarah bertugas
merumuskan konsep dasar, landasan, kebijakan, dan strategis utama pengembangan
kurikulum. Panitia pengarah dapat mengikutsertakan organisasi dari luar
sekolah, tokoh masyarakat sebagai konsultan yang bekerja sama dengan personel
sekolah dalam rangka merumuskan berbagai rencana, petunjuk, dan tujuan yang
hendak dicapai.
b) Setelah
kebijakan kurikulum dikembangan, panitia pengarah memilih dan menugaskan para
ahli sebagai panitia pelaksanaan yang bertanggung jawab mengontruksikan kurikulum. Panitia ini
merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar atau tujuan kurikulum, isi
(konten kurikulum), kegiatan-kegiatan belajar, dan sebagainnya sesuai dengan
pedoman atau acuan kebijakan yang telah ditetapkan oleh panitia pengarah.
c) Setelah
panitia melaksanakan penyusunan
kurikulum melalui proses tertentu, selanjutnya kurikulum yang dihasilkan
tersebut direvisi oleh panitia pengarah atau tim perumus sesuai dengan maksud diadakannya review. Rencana kurikulum
yang telah direvisi dan final tersebut
selanjutnya ditugaskan kepada suatu panitia yang terdiri dari para
administrator dan guru-guru senior untuk melaksanakannya dalam bentuk uji coba
kelayakan kurikulum tersebut. Para pelaksana adalah tenaga professional yang
tiak dilibatkan dalam penyusunan kurikukum. Uji coba dilaksanakan dalam kondisi
pembelajaran yang sebenarnnya dan keefektifannya dimonitor dengan cara
kunjungan kelas, diskusi, dan evaluasi terhadap siswa.
d) Berdasaarkan
hasil uji coba tersebut, dilakukan modifikasi dan selanjutnya kurikulum
tersebut ditetapkan penggunaannya secara luas di sekolah-sekolah, melalui
kebijakan Mentri Pendidikan Nasional.
Jadi berdasarkan langkah-langkah diatas
jelas bahwa pengembangan kurikulum tersebut dilakukan oleh para pemegang
kebijakan pendidikan di atas sehingga model ini sering disebut model from the top down. Namun karena banyak mendaptkan kritikan dari
berbagai pihak, model administrative jarang didukung oleh para perancang atau
perencana kurikulum.
2. The
Grass – Roots Model
Model Grass-Roots (akar rumput) ini
dikembangkan pula oleh Smith,Stanley, dan Shores, model ini di awali oleh para
guru, Pembina sekolah dengan mengabaikan metode pembuatan keputusan kelompok
secara demokratis dan dimulai dari bagian-bagian yang lemah kemudian diarahkan
untuk memperbaiki kurikulum tertentu secara spesifik atau pada bagian-bagian
tertrentu. Model Grass Roots bertanggung jawab membangkitkan apa yang menjadi
aksioma kemantapan sebuah kurikulum.
Pertama, sebuah
kurikulum hanya dapat diterapkan secara berhasil apabila guru-guru dilibatkan
dalam proses pembuatan dan pengembangan kurikulum.
Kedua, bukan
hanya para professional,tetapi siswa, orang tua, anggota masyarakat lain harus
dimasukan dalam proses pengembangan kurikulum.
Ada empat prinsip model Grass-Roots, yaitu sebagai berikut:
a) Kurikulum
akan baik apabila kemampuan professional guru baik.
b) Kompetensi
guru akan lebih baik apabila guru terlibat secara langsung dalam mengatasi
masalah-masalah dalam perbaikan atau revisi kurikulum.
c) Guru
harus bermusyawarah untuk menetapkan tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam
memilih, mendefinisikan, memecahkan masalah yang akan dihadapi,
mempertimbangkan dan menilai hasil siswa.
d) Karena
dilakukan secara kelompok, tatap muka langsung, maka akan lebih mudah saling
memahami untuk mencapai suatu kesepakatan dan keputusan berdasarkan
prinsip-prinsip dasar, tujuan, dan rencana pengembanan kurikulum.
Prinsip ini menjadi bersifat opersional
karena guru didorong untuk bekerja secara kooperatif dalam merencanakan
kurikulum. Dorongan terjadi bila administrator menyediakan kesempatan, waktu yang
cukup, material, dan rangsangan lain yang bersifat kondusif terhadap
perencanaan kurikulum.
Kelemahan rekayasa kurikulum model grass roots adalah model ini menerapkan
metode partisipasi yang demokratis dalam proses yang khusus, bersifat teknis,
dan kompleks. Ini tidak berarti bahwa keputusan masyarakatumumnya tidak perlu
diperhatiakan atau para guru tidak boleh diberi peran dalam rekayasa kurikulum.
Ini menyatakan bahwa peran dasar pemikiran satu orang satu suara tidak atau
belum tentu menghasilkan sesuatu yang terbaik dalam situasi, otoritas tertentu
amat diperlukan. Namun, perlu diingat pula bahwa model grass roots ini lebih memberikan kontribusi awal dalam memperkuat
landasan pembuatan keputusan kurikulum dan dalam hal ini model grss roots bertanggung jawab terhadap
keinginan-keinginan masyarakat.
Menurut
pendapat saya,
dari kedua model ini yakni, The
Administrative (Line Staff) dan The Grass Roots masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan di dalamnya. Menurut saya jika setiap model dipadukan dalam proses
pengembangan kurikulum akan menghasilkan perpaduan yang sangat sempurna dalam setiap proses pengembangan kurikulum.
Jika menggunakan model Administrasi
Approach ,yang dimana setiap gagasan yang daatngnya dari atas kebawah
artinya setiap gagasan pengembangan kurikulum ini berasal dari pejabata atau
administrator pendidikan ( Mendiknas, Kanwil, Dirjen, dan seterusnya) dengan
menggunakan prosedur administrasi yang bersifat Sentralistik. Dibentuknya panitia pengarah dalam proses
pengembangan kurikulum bertujuan untuk merumuskan konsep dasar, landasan,
kebijakan, dan strategi dalam pengembangan kurikulum.
Panitia pengarah disini dapat
mengikutsertakan oraganisasi diluar sekolah, tokoh masyarakat sebagai konsultan
yang bekerjasama dengan personal sekolah dalam rangka perumusan rencana,
petunjuk, dan evaluasi. Adanya kegiatan revisi oleh panitia pengarah agar kurikulum yang telah direncakan dapat di
laksanakan dengan baik dan memberikan kontribusi yang tepat untuk pengembangan
kurikulum.Rencana dari setiap kurikulum yang telah direvisi selanjutnya
ditugaskan kepada para administrator dan guru-guru senior untuk melaksanakan uji coba kelayakan kurikulum tersebut.
Setelah adanya uji coba yang dilakukan, akan dilakukan modifikasi dan
selanjutnya kurikulum tersebut dapat diterapkan penggunaaanya pada setiap
sekolah-sekolah, melalui kebijakan Menteri Pendidikan Nasional.
Model ini sangat tepat karena adanya
arahan yang bertujuan untuk kurikulum nasional yang tidak langsung ditetapkan
setelah adanya penyusunan konsep, isi, dan strategi yang akan digunakan dalam
pengembangan kurikulum. Namun adanya tes uji coba yang dilakukan oleh setiap
administrator dan guru-guru untuk mengetahui apakah kurikulum yang telah
disusun sesuai dengan kebutuhan anak didik pada setiap sekolah. Jadi manajemen
yang dilakukan dalam model ini yakni adanya koordinasi antara pihak atas (Mendiknas) dengan pihak
bawah (guru atau administrator) dalam merealisasikan konsep pengembangan
kurikulum yang telah dibuat oleh atasan. Dengan adanya koordinasi ini,
memberikan komunikasi yang sangat membantu dalam penerapan kurikulum yang akan
dilakukan.
Dalam model The Grass Roots, kepala sekolah dan guru dapat merencanakan
kurikulum atau perubahan kurikulum karena melihat kebutuhan peserta didik dalam
proses pembelajaran. Meelihat atnggung jawab guru dan kepala sekolah disini
sangat penting, maka setiap guru harus professional dan terlibat secara langsung
dalam mengatasi perbaikan atau revisi kurikulum. Setiap guru atau administrator
atau kepala sekolah, harus melakukan koordinasi dan musyawarah untuk menetapkan
tujuan yang akan dicapai dan mempertimbangkan hasil penilaian siswa.
Jadi apabila terdapat perpaduan antara
kedua model pengembagan kurikulu di atas akan menciptakan suatu proses yang
sangat sempurna, dimana adanya manajer dalam tingkatan atas yang bisa dikatakan
Menteri Pendidikan Nasional bekerjasama dengan para guru, administrator, dan
kepala sekolah serta masyarakat sekitar sekolah untuk memberikan konsep atau
ide kurikulum yang sesuai dan dibutuhkan dalam setiap sekolah. Adanya ide
pengembangan kurikulum dari atasan dapat memberikan keserempakan dan arahan
yang nantinya akan dilaksanakan dan dikembangankan oleh guru atau administrator
pendidik dalam masing-masing sekolah.
Hal yang harus diingat dalam perencanaan pengembangan kurikulum dan
penerapannya dalam dunia pendidikan khususnya sekolah kurikulum harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga mampu membantu pembentukan karakter,
kepribadian, dan perlengakpan
pengetahuan dasar siswa yang bernilai demokratif dan sesuai dengan kareakter
kebudayaan Indonesia.
B.
FAKTOR
PENYEBAB GAP( KESENJANGAN) ANTARA PERENCANAAN KURIKULUM DENGAN GURU SEBAGAI
IMPLEMENTASI KURIKULUM.
1. Implementasi
Kurikulum
Dalam
implementasi kurikulum seharusnya menempatkan pengembangan kreativitas siswa
lebih dari penguasaan materi.
2. Perencanaan
kurikulum
Perencanaan
kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan
untuk membina siswa kearah perubahan tingkah laku yang diiniginkan dan menilai
sampai mana perubahan-perubahan telah terjadi pada diri siswa. Perencanaan
kurikulum sangat tergantung pada pengembangan kurikulum dan tujuan kurikulum
yang akan menjadi penghubung teori-teori pendidikan yang digunakan. Perencanaan
kurikulum merupakan suatu proses social yang kompleks yang menuntut berbagai
jenis dan tingkat pembuatan keputusan.[1]
3. Kesenjangan
(gap) dalam kurikulum
Meninjau
adanya perubahan kurikulum dari KTSP menjadi Kurikulum 2013 menimbulkan banyak
opini dari berbagai kalangan dan pihak pendidikan. Dimana pemerintah yang
optimis dengan kurikulum 2013 adalah kurikulum yang akan menjadi solusi atas
berbagai persoalan pendidikan di Indonesia. Dan banyak pihak yang pesimis
karena kurikulum yang saat ini digunakan yaitu KTSP saja belum diterapkan
secara maksimal ditambah lagi dengan adanya perubahan kurikulum yang akan
diterapkan pada bulan Juli mendatang yang dikatakan sebagai kurikulum yang
sangat ideal.
“
saat ini dalam kompetensi kurikulum belum sepenuhnya merujuk pada pendidikan
karakter , dengan kata lain belum menghasilkan keterampilan yang sesuai
kebutuhan”.[2]
Akan
ada kesenjangan ( gap ) kurikulum antara kurikulum yang saat ini telah dipakai
dengan kurikulum baru ( kurikulum 2013) mengingat belum adannya persiapan yang
matang dari seorang guru khususnya yang berperan langsung dalam implementasi
kurikulum yang terbilang sangat tergesa-gesa dan cepat. Kita lihat dari
evaluasi perbandingan dari pembelajaran
kurikulum sebelumnya. Sesuai dengan pedoman pelaksanaan, butuh bebrapa tahun
untuk menerapkan kurikulum baru.
Meskipun
dinyatakan oleh pemerintah bahwa kebijakan ini telah melewati uji public, kurang
dari 4 bulan sebelum pelaksanaan belum terlihat ada aksi yang factual dalam
mepersiapkan segala macam perangkat utama dan penunjang. Kondisi yang terjadi
hanya berputar pada wacana. Instrument seperti buku akan dicetak, pelatihan
guru sementara akan dipersiapakan. Dilihat dari waktu yang tersisa untuk
mendristribusikan ratusan buku keseluruh Indonesia dan memberikan pelatihan
untuk guru, sangat sempit sekali waktunya.
Dalam
menerapkan kurikulum baru 2013 seharusnya perencanaan
mesti terarah dan terukur. Paling
tidak rumusan prosedurnnya telah 70%. Dan harus disadari bahwa objek kurikulum
terbaru bukan hanya guru tetapi juga peserta didik (murid dan siswa). Hal yang
sangat sulit untuk kualifikasi seorang guru untuk memahami muatan kurikulum
2013. Guru yang menjalankan kurikulum ini belum tentu cakap sesuai dengan
harapan model pembelajaran tematik integrative. Lalu disesuaikan dengan tingkat
ketercapaian indicator dan keterampilan.
Timbul
keganjilan dalam kurikulum ini adalah tingkat aksebilitas pendidikan. Seakan-akan ada gap antara sekolah yang akreditasinya A/B dengan
sekolah yang tida berakreditasi A/B. dimana sekolah yang terakreditasi A/B
dapat melaksanakan kurikulum 2013 . disini akreditasi menjadi salah satu syarat
utama kurikulum selain dari kesiapan sekolah, kesiapan guru, dan kesiapan
manajemen tata kelola. Sekolah yang akreditasinya A/B biasanya memang sudah
bagus dan lebih maju dari pada yang
tidak terakreditasi. Menurut saya keterbatasan dari aksebilitas pendidikan itu
merusak system pendidikan nasional. Sekolah yang unggul akan menjadi lebih
ungul, dan sekolah yang kurang maju akan semakin tertinggal dan jauh dari
kualitas.
KESIMPULAN:
Factor
yang mempengaruhi implementasi kurikulum:
1. Karakteristik
kurikulum, yakni kurikulum tersebut lebih menekankan kepada materi isi atau
kreatifitas siswa agar guru sebagai implementasi kurikulum dapat memberikan
strategi pencapaiannya secara tepat.
2. Strategi
implementasi, yakni cara/metode yang
tepat dan sesuai yang dilakukan oleh guru
untuk tercapainya tujuan perubahan dalam kurikulum, dan peserta didik
dapat memahaminya.
3. Karakteristik
penilaian, dijelaskan bahwa strategi dan jenis evaluasi yang bagaiman yang
harus dilakukan oleh guru untuk menilai pencapaian dan penguasaan kurikulum
tersebut.
4. Pengetahuan
guru tentang kurikulum, sangat penting sekali pengetahuan dari setiap guru yang
tugas pokonya sebagai implementasi kurikulum harus memahami seluruh aspek dalam
perubahan kurikulum, kalau tidak mengetahui aspek apa saja yang ditekankan
dalam kurikulum yang akan digunakan maka seorang guru akan melakukan evaluasi
yang tidak sesuai dan berdampak pada peserta didiknya.
5. Keterampilan
mengarahkan kurikulum, guru harus memahami esensi dari tujuan yang ingin
dicapai dalam kurikulum. Apakah tujuan diarahkan pada penguasaan ilmu, teori,
atau konsep, penguasaan akademik atau kompetensi kerja, dan lainnya.
6. Dukungan
dari kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua, dalam suatu sekolah yag di
dalamnya terdapat struktur organisasi dimana setiap kurikulum yang akan
digunakan dalam sekolah harus secara bersama dikembangkan oleh setiap pendidik
dan diberikan dukungan oleh kepala sekolah sebagai manajer tertinggi serta
memperhatikan kebutuhan siswa dan keinginan orang tua.
7. Dibutuhkan
kesiapan tidak tergesa-gesa, dalam menerapkan suatu perubahan kurikulum
sebaiknya tidak tergesa dan harus dissiapkan dengan matang, karena ketergesaan
sangat memungkinkan terjadinya banyak kegagalan dalam hal apapun.
8. Kurikulum yang Relevansi, yakni kurikulum yang
harus sesuai dengan kebutuhan perkembanan zaman dan apakah kurikulum tersebut
dapat berhasil diterapkan.
9. Ruang
lingkup tujuannya jelas, dilihat apakah ruang lingkup tujuan dari kurikulum
telah mencangkup sikap kognitif, afektif, dan psikomotorik.
10. Kejelasan
terhadap isi/materi kurikulum, materi isi yang harus diselesaikan dalam jangka
waktu tertentu agar ter-manage segala sesuatunya dan evaluasi yang nantinya
akan diberikan sesuai dengan materi/isi yang telah diberikan guru.
Penyebab
implikasi kesenjangan antara perencanaan kurikulum dengan guru sebagai
implementasi:
A. Dilihat
dalam pengelolaan kurikulum
1. Kurikulum
KTSP
a)
Satuan pendidikan yang mempunyai
kebebebasan dalam pengelolaan kurikulum.
b)
Masih terdapat kecenderungan pendidikan
menyusun kurikulm tanpa memepertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan
peserta didik, dan potensi daerah.
2. Kurikulum
2013
a)
Pemerintah pusat dan daerah memiliki
kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan.
b)
Satuan pendidikan mampu menyusun
kurikulum masing-masing dengan memepertimbangkan kondisi satuan pendidikan,
kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah.
B. Dilihat
dari Tenaga Kependidikan
1. Kurikulum
KTSP
a)
Kompetensi Pendidik dan Tenaga
Kependidikan.
b)
Kinerja Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
2. Kurikulum
2013
a)
Kompetensi materi, metode, dan
penialaian.
b)
Motivasi mengajar
C. Dilihat
dari segi penilaiannya
1. Kurikulum
KTSP
a)
Menekan aspek kognitif.
b)
Test menjadi cara penilaian yang sangat
dominan.
2. Kurikulum
2013
a)
Menekan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
b)
Penilaian tes dan fortopolio saling
melengkapi.
D. Kompetensi
lulusan
1. Kurikulum
KTSP
a)
Sikap belum mencerminkan karakter bangsa.
b)
Keterampilan belum sesuai dengan
kebutuhan.
2. Kurikulum
2013
a)
Berkarakter mulia.
b)
Materi esensial.
c)
Pengetahuan menyeluruh.
E. Materi
pembelajaran
1. Kurikulum
KTSP
a) Belum
relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan.
b) Beban
belajar terlalu berat.
c) Terlalu
luas sehingga kurang mendalami.
2. Kurikulum
2013
a) Relevan
b) Sesuai
dengan tingkat perkembangan anak
F. Prose
pembelajaran
1. Kurikulum
KTSP
a) Berpusat
pada guru
b) Pusat
pelajaran berorientasi pada teks
c) Buku
teks hanya memuat materi bahasan
2. Kurikulu
2013
a) Berpusat
pada peserta didik (student centered)
b) Sifat
pembelajaran kontekstual
c) Buku
teks memuat materi, metode, dan system penilaian, serta kompetensi yang
diharapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber:
Dr.
Rusman, M.Pd., Manajemen Kurikulum, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hal 21-74.
Sotopoe,
Hendyat. Wasty somanto, Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum, Bumi Aksara,
Jakarta 1982
m.kompasiana.com
di akses pada hari sabtu jam 21.00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar